“Gundul gundul pacul-cul, gembelengan
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar.”
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar.”
Tembang/ lagu daerah Jawa ini diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yang dalam dan sangat mulia. Kita akan membahas artinya satu-persatu.
Gundul adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan dan kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.
Pacul adalah cangkul, yaitu alat petani
yang terbuat dari lempeng besi segi empat.
Pacul adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.
Pacul adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.
Gundul pacul artinya bahwa seorang pemimpin
sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul
untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Orang
Jawa mengatakan pacul adalah Papat kang Ucul
(empat yang lepas); artinya bahwa kemuliaan seseorang akan sangat
tergantung empat hal; bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga, dan mulutnya.
1. Mata
digunakan untuk melihat kesulitan rakyat
2.
Telinga digunakan untuk mendengar nasehat
3.
Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan
4.
Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil
Jika
empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.
Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan
bermain-main dalam menggunakan kehormatannya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya
sesungguhnya mengemban amanah rakyat, tetapi dia justru:
1.
Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya
2.
Menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia
3.
Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya
Nyunggi wakul, gembelengan
Nyunggi wakul artinya membawa bakul (tempat nasi)
di kepalanya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting
membawa bakul di kepalanya.
Wakul adalah simbol kesejahteraan
rakyat; kekayaan negara, sumberdaya dan pajak adalah isinya. Artinya bahwa
kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat. Kedudukannya
di bawah bakul rakyat. Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau
pemilik bakul? Tentu saja pemilik bakul, pembawa bakul hanyalah pembantu si
pemiliknya. Namun kenyataannya banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan
bermain-main).
Akibatnya...
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar: bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana.
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar: bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana.
Jika
pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak
terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di
tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban
amanah rakyat.
Bukankah begitulah keadaan negeri
kita sekarang ini?
[Sumber:
Ecahyono.blogspot.com]