| Home | Book-Literature | Inspiring-Religion | Economy-Business | Social-Cultural-Languange | Politics-Conspiracy | Health-Sport | Music-Movie | Femininity-Parenting |

Friday 21 March 2014

MAKNA FILOSOFIS LAGU “GUNDUL-GUNDUL PACUL”



“Gundul gundul pacul-cul, gembelengan
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar.”

            Tembang/ lagu daerah Jawa ini diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yang dalam dan sangat mulia. Kita akan membahas artinya satu-persatu. 



Gundul adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan dan kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.  
Pacul adalah cangkul, yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat.
Pacul adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.
Gundul pacul artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah Papat kang Ucul (empat yang lepas); artinya bahwa kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal; bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga, dan mulutnya. 
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat

2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat

3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan

4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil

Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat, tetapi dia justru:
1. Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya
2. Menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia
3. Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya

Nyunggi wakul, gembelengan
Nyunggi wakul artinya membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul di kepalanya.
Wakul adalah simbol kesejahteraan rakyat; kekayaan negara, sumberdaya dan pajak adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat. Kedudukannya di bawah bakul rakyat. Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul? Tentu saja pemilik bakul, pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya. Namun kenyataannya banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main).

Akibatnya...
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar: bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana.
Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat.


Bukankah begitulah keadaan negeri kita sekarang ini?


[Sumber: Ecahyono.blogspot.com]